Mahkamah Kontitusi sudah di anggap sebagai pelabuhan terahir bagi para politisi yang tidak Puas dengan Hasil Pemilu atau tidak setuju keputusan Penyelenggara. Setealah turun ke Dermaga Alat Bukti Tidak Cukup.
Semenjak Pemilihan langsung di lakasanakan 2004 lalu, Total sudah ada 1657 perkara yang pernah di adukan ke Mahkamah Kontitusi (MK) terhitung dari 2008 sampai 2019. belum termasuk 135 Permohonan PHPKADA 2020.
Lembaga yang sekarang populer dengan Tempat beradu Nasibnya orang orang Kalah ini untuk tahun 2020/2021 Kembali Sibuk dengan Aduan permohonan Perkara Hasil Pemilihan Kepala Daerah.
Menariknya, Presentase kemenangan Pemohon di MK, hampir di pastikan 100% akan kalah seperti yang terjadi pada 2019 lalu, dimana semua permohonan PHPU pulang dengan tangan Hampa alias kalah.
Penyebabnya adalah Alat bukti, alat bukti seringkali menggagalkan pemohon perkara dalam sidang. entah karena memang tidak ada kecurangan atau kecurangan yang di lakukan sangat kecil dan samar samar sehingga perlu memakai Istilah Hukum yang sebut TSM untuk membuktikan keakuratan Datanya.
Sepertinya MK tidak ingin mengurus persoalan yang bertele tele dan memakan waktu lama untuk sebuah persoalan Pemilu.
Dengan berlakunya Sistem hukum yang sekarang di kenal istilah Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM), para pemohon yang merasa di curangi akan berpikir dua kali untuk mengadukan perkara ke lembaga hukum yang satu ini.
Baca Juga: POLITIK SEHAT DI BALIK KALAHNYA SEMUA PETAHANA
Bagaimana Cara Membuktikan Kecurangan yang memenuhi Unsur TSM
Kasus ini kemudian di adukan ke Mahkamah Agung (MA), dan mendapatkan hasil keputusan, menetapkan kembali pasangan yang sempat di diskualifikasi ini menjadi pemenang di pemilu Bandar Lampung.
Begitu Sulitnya membuktikan pelanggaran yang bersifat TSM, pada ahirnya seseorang yang kalah dalam Pemilu sangat susah untuk membuktikan bahwa kekalahannya karena kejujuran dan sportifitas atau karena tangan tangan Kotor di dalamnya.
Salam Waras.